Hari Pertama Belajar Mengajar Anak Anak
Hari pertama
Suatu
ketika atas izin Allah takdir di waktu Isya membuat saya mampir ke sebuah masjid
yang berada di jalan padang kota ke Indarung. Ketika solat di masjid tersebut awalnya
biasa namun saya terkaget ketika menemukan banyak nya santri ikhwan dan akhwat
yang masih kecil, seumuran SD, yang duduk secara rapih membentuk shaf-shaf
untuk solat. Ketika waktu iqomah isya tiba majulah seorang bapak dengan
perwatakan sederhana, mengenakan celana hitam baju koko dan peci hitam, beliau
memberi isyarat yang nadanya seakan membuat anak anak “nurut” dan berlaku
berlawanan dengan keadaan normalnya anak anak yaitu diam. “Adik adik dimohon diam, tidak ada suara lagi
ketika solat. Untuk anak anak yang ada suaranya nanti dipanggil bapak.”
Berjalanlah solat dengan khusyu.
Inilah masjid yang menjadi kepercayaan warga dan
orangtua murid untuk menitipkan anak nya menjalani TPA. Sekitar seratus sekian
puluh anak terdaftar di tempat tersebut. Peserta didik yang ikut mengingatkan
saya kepada keadaan di Bandung yaitu anak anak SD Masjid Arrohman. Masjid
arrohman waktu itu juga pernah menjadi kepercayaan warga untuk menitipkan
anaknya untuk belajar mengaji. Biasanyanya anak anak yang diajar terdiri dari
10-20 anak. Namun, hal yang paling sulit yang dialami penulis adalah kurang
mampunya pengajar untuk “mengendalikan” peserta didik untuk “diam” sehingga
dapat menerima pelajaran dan ilmu mengaji tersbut.
Setelah solat isya selesai salam saya memberanikan
diri untuk berkenalan dengan bapak ustadz tersebut. ‘‘assalamualaikum pak
Ustadz” dialah pak Ustadz Marjuni setiap hari kecuali sabtu dan minggu beliau
menyedekahkan waktunya untuk mengajar di masjid tersebut.” Pak bolehkah saya
belajar dari bapak bagaimana caranya menajar anak-anak pak?” itulah pertanyaan
yang sangat penulis ingat karena jawaban dari pak Ustadz adalah”silahkan”. Pak
Ustadz sehari hari memiliki kegiatan juga di sebuah pondok pesantren dengan
jarah 20km dari masjid ini pada pagi hari hingga siang dan mengjar anak anak
pada sore hari hingga malam.
Setelah memperkenakan diri penulis “pura-pura” duduk kembali di shaf masjid
sehingga proses belajar mengajar kembali berjalan. Pak Ustadz memberikan arahan
kepada santrinya untuk murojaah suatu surat. Namun karena tidak enak
menggunakan motor pinjaman teman, saya bergegas untuk kembali ke kosan.
Itulah hari yang sangat mengesankan, Allah SWT dengan ilmuNya yang sangat
luas memberikan jalan kepada penulis untuk belajar mengenai ilmu pengajaran
anak anak lewat bapak ustadz.


Comments
Post a Comment