Berbagi Cerita dengan Pelaku Sejarah Dirgantara Indonesia (1)
Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis dan teman-teman mahasiswa Indoensia di Jerman diberikan kesempatan untuk mendengarkan sedikit pengalaman dari ex-karyawan IPTN (sekarang PTDI) Bandung.
Acara ini adalah lanjutan dari acara sebelumnya AADI yang diisi oleh Om Prio waktu itu.
Sekilas Perkenalan
Narasumber sekaligus tuan rumah tempat kami berkumpul adalah Bapak Agus Pramono beliau menempuh pendidikan S1 di Teknik Penerbangan ITB (Sekarang bernama Teknik Aeronautika dan Astronautika) dan melanjutkan S2 di Delft Belanda dibidang fatigue atau yang lebih dikenal dengan kelelahan struktur akibat gaya dinamis. Pak Agus memiliki pengalaman di bidang kedirgantaraan yang sangat banyak, selain beliau pernah bekerja di IPTN beliau juga pernah bekerja di Embaer Brazil.
Selain itu juga ternyata hal yang tak disangka-sangka ketika kami pertama kali datang dan sudah berada di ruangan pertemuan. Datang juga seseorang yang ternyata beliau adalah bapak Budiarta Soeryadiningrat. Beliau memiliki rekam jejak yang sangat lama di Jerman terhitung sejak tahun 60an negara ini sudah beliau tapaki. Belau hampir satu angkatan dengan bapak BJ Habibie namun bedanya waktu itu bidang yang beliau ambil adalah di bidang perkapalan sedangkan bapak Habibie menuntut ilmu di bidang pembangunan pesawat di bagian Struktur ringan. Pada zaman rezim Soekarno beberapa orang diberangkatkan oleh negara Republik Indonesia untuk menuntut ilmu keluar negeri.
Sekitar tahun '75an Habibie dipanggil ke Indonesia dan diamanahkan menjadi kepala BPPT dan stelah itu turut membangun perusahaan Nurtanio yang sekarang menjadi PTDI. Tak tanggung-tanggug pak BJ Habibie menyekolahkan banyak orang ke luar negri untuk belajar mengenai ilmu yang belum ada di Indonesia. Kemudian selama pak BJ Habibie membangun pabrik pesawat itu banyak orang-orang Indonesia di luar negri yang sudah memiliki keilmuan di bidangnya masing-masing, dipanggil ke Indonesia untuk membantu beliau membangun pabrik yang nantinya akan membuat burung besi tersebut. Pak Budi menjadi salah satu dari beberapa insinyur yang dipanggil ke Indoesia. Orang-orang yang dulu disekolahkan dan telah selesai masa studinya juga kembali ke Indonesia. Beliau juga membawa anak-anak keturunan persilangan Indonesia-Jerman dan juga istrinya waktu itu. Selama 28 tahun belau mengabdi di Indoensia, setelah krisis moneter dan kejatuhan IPTN waktu itu. 16.000 pekerja di perusahaan tersebut terpaksa di PHK dan bebrapa Insinyur baik yang dahulu pernah menuntut ilmu diluar negri maupun yang di dalam negeri tidak ada pekerjaan, hal ini membuat mau tidak mau mereka bekerja di perusahaan yang membutuhkan mereka dan mereka pun juga bisa mengaplikasikan keilmuanya.
Ditambah lagi, karena di Indonesia pada waktu itu sedang berada di masa-masa sulit dan tidak ada pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka maka banyak dari insinyur-insinyur pesawat terbang tersebut pindah keluar negeri, banyak dari mereka ke Airbus di Eropa, Embaer di Brazil, Rolls-Royce di Inggris maupun ke Boeing di Amerika serta perusaahan lainya.
Ketika memperkenalkan diri pak Budiarta memberikan banyak sekali pengalaman yang didapat selama beliau menempuh hidupnya. Asam-manis kehidupan telah beliau rasakan begitu banyaknya.
Beliau menceritakan bahwa pak BJ Habibie ini adalah mahasiwa yang sangat hebat. Di Universitas Jerman, RWTH Aachen, Pak Habibie belajar di bagain keahlian fatigue. Dimana fatigue ini adalah sebuah peristiwa yang sangat penting untuk dipertimbangkan di dunia penerbangan. Untuk lebih mudahnya fatigue ini dapat dijelaskan dengan peristiwa masa kecil mainan anak-anak: melepas kawat tanpa alat bantu. Ada yang tahu bagaimana caranya?
Waktu kecil penulis pernah bermain dengan hal ini, untuk memutuskan kawat tersebut, bagian si kawat yang akan diputus di tekuk-lurus-tekuk-lurus berulang-ulang dan lama-lama kawat itu putus dengan mudahnya. Bagian yang putus itulah yang mengalami fatigue. Baggian tersebut cape atau lelah di lakukan bengkok-lurus berlulang-ulang. Bayangkan jika hal ini terjadi pada bagian pesawat. Sebenarnya peristiwa fatigue ini selalu terjadi di pesawat dan menyebabkan keretakan. Mengerikan bukan?
Pak Habibie ini berkuliah di bagian teori fatigue, mudahnya teori ini berarti sangat sulit sekali karena berhubungan dengan persamaan matematika dan menyangkut sebuah peristiwa yang tidak sederhana pada pesawat terbang. Beliau merumuskan penelitian dengan menemukan konstanta dan perhitungan untuk peristiwa fatigue ini dan ia membuktikan teori tersebut dengan melakukan percobaan. dan ternyata teori yang beliau buat cocok dengan hasil percobaan dan hal itu membuktikan keberhasilan teori beliau.
Pak Budiarta bercerita, bahwa waktu itu pernah ada peristiwa yang tidak disangka-sangka oleh bapak Habibie, ketika beliau diberi kepercayaan oleh HFB untuk berkunjung ke pabrik Boeing di Amerika Serikat dan diperlihatakan beberapa perhitungan yang digunakan Insinyur Boeing, para insinyur di sana waktu itu menunjukan sebuah faktor untuk memperhitungkan keretakan dalam pesawat, faktor tersebut bernama "Habibie Factor" Bapak Habibie pun terkejut bahwa ia baru mengetahui bahwa ada yang namanya faktor habibie tersebut. Selama ini faktor yang ia temukan hanya faktor saja tanpa nama dan begitu adanya. Tapi ternyata begitu terkenalnya teori beliau di dunia penerbangan hingga ke negri sebelah.
A300 waktu itu menyimpan cerita tersendiri bagi beliau, karena beliau ini turut serta mengembangkan pesawat yang zaman dahulu itu cukup bersinar di zamannya. Mengingat masa muda dulu, pak Budiarta menceritakan, bahwa para insinyur saat ini tidak seperti insinyur zaman dahulu melakukan semua serba manual. Tanpa bantuan komputer seperti para mahasiswa saat ini gunkan. Saat beliau dulu perusaahan sekelas HFB di eropa saja menghitung logaritma, eksponensial, akar dan bahkan trigonometri masih menggunakan "Slide Rule". Jika dibandingkan saat ini tentu jauh, karena untuk menghitung operasi matematik pun dapat dengan mudah memencet tombol kalkulator.
Pak Budiarta dalam perkenalan dirinya juga bercerita bagaimana proses pembuatan pesawat waktu itu. Seorang insinyur ketika kita tahu permasalahan maka dilakukan perhitungan standar yaitu tegangan = F(gaya)/A(luas penampang) serumit apapun seorang pendesain struktur asal muasal perhitungan berasal dari sini. Kemudian selalu hasil perhitungan dicek kembali oleh pimpinannya. Hal tersebut berlaku sampai saat ini. Namun bedanya saat ini perhitungan dilakukan meggunakan komputer, atau yang lebih dikenal dengan simulasi. Hal ini membuat orang saat ini tidak menghitung secara langsung namun cukup dengan memasukan parameter saja dan dari software tersebut dapat diketahui tegangan nya. Belau prihatin dengan hal ini, karena sense para insinyur saat ini tidak sekuat dulu, dimana dulu orang menghitung dengan cara manual. "Apakah bisa menjamin nilai yang ditampilkan program itu sesuai? belum tentu" Imbuhnya.
Konsep Pendesainan Faktor keamanan Peswat Terbang
Pendesainan pesawat terbang yang memakan waktu yang tidak sedikit bisa dibilang bukan sekedar gigit jari, para insinyur mendesain pesawat tersebut dengan banyak tingkatan. Namun disini pak Budiarta hanya menjelaskan di tingkatan pengujian atau tes struktur saja. Dimana badan pesawat prototipe yang sudah jadi, ibaratnya pesawat tanpa mesin, di berikan dua jenis pengujian:
1. Pengujian Statik
Pesawat diberikan beban sedemikian rupa sehingga bisa didapat Faktor keamanan (Safety Factor) atau yang dapat disebut dengan SF. Untuk lebih mudahnya faktor keamanan ini adalah perbandingan besaran beban yang dapat diterima struktur sebelum struktur tersebut rusak. Misal sebuah sepeda jika SF = 1 untuk beban 30 kg berarti jika speda itu dinaiki oleh orang sberat 30 kg maka ia hampir akan rusak, Lebih sedikit maka sepda itu hancur, karena insinyur sepeda tersebut hanya mendesain SF = 1 untuk kapasitas 30 kg. Namun biasanya untuk jembatan misalnya memiliki SF = 8 cukup tinggi. Jadi misal jembatan didesain bisa menahan beban 10 ton sebarnya ia bisa menahan hingga 80 ton! Kelebihanya jembatan tersebut awet, tapi berat karena besi jembatan tesebut tebal dan besar karena hitungan yang dibuat untuk jembatan tersebut adalah 80 ton dan bukan 10 ton!
Sayangnya pesawat tidak menginginkan berat yang berlebih, karena ia tidak akan bisa terbang kalau terlalu berat, nilai SF =1,5 menjadi pedoman perancangan pesawat. Ketika di uji misal hasil SF nya kurang dari itu misal 1,45 maka desain dianggap salah dan desain struktur perlu di ubah lagi.
2. Fatigue
Ini adalah pengujian yang menarik karena pesawat diberikan gaya yang berubah-ubah besarnya. Pak Agus mengatakan bahwa pengujian setatik ini seperti orkestra. Si pesawat di puntir, di tekuk, di bengkok-bengkokkan. Setiap pesawat harus melewati pengujian ini secara praktik, dan bukan teori saja.
Ibaratnya jika pak Habibie menjelaskan, pesawat itu diibaratkan seperti Gethuk Lindi ulet namun kita tidak tahu bisa-jadi ketika kita lakukan pengujian pada gethuk lindi itu ia bisa saja patah. Sudah pernahkan mematahkan gethuk lindi :D
-------------------------------
Kembali lagi ke cerita pak Budiarta, dimasa dulu komputer yang ada berukuran sangat sangat besar, pernah suatu ketika peusahaan tempat beliau bekerja membeli komputer IBM sebesar meja tulis, namun hanya bisa menghitung momen inersia saja (sebuah perhitungan yang cukup sederhana pada saat ini).
Namun sekarang dengan komputer yang berukuran sekecil genggaman tangan pun berbagai macam tugas dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Pak Habibie ketika waktu itu sudah bekerja di perusahaan Jerman perkembangan komputer sebagai alat bantu perancangan pesawat mulai merkoet saat belau menjadi Vice President, penggunaan komputer sebagai "method and tools" juga mulai digunakan.
Yang menarik dari cerita mengenai pak BJ Habibie, jelas pak Budiarta, adalah banyaknya tawaran pekerjaan atau bahahkan pangkat di Jerman, pernah beliau ditawarkan pula oleh sebuah Universitas untuk membikin kurikulum dan ditawarkan menjadi professor di sana. Namun, Habibie sudah memiliki tekat kuat untuk kembali ke Indonesia dan membangunnya. Sehingga tawaran tersebut ia tolak. Sebenarnya pada awal-awal beranjak ke Indonesia, pak Habibie yang karena kemampuannya selalu dicari-cari oleh banyak pihak untuk membantu menyelsaikan masalah permesinan, namun sayangnya Habibie tidak begitu saja langsung dikenal oleh banyak masyarakat, khususnya kalangan politisi, terhitung sebelum diminta terjun ke politik beliau juga mulai sering untuk mondar-mandir Indonesia Jerman seperti dengan perusahaan pertamina waktu itu.
Pak BJ Habibie mulai dikenal oleh masyarakat dan juga politisi ketika suatu ketika beliau berada di Indoesia dan dipanggil oleh salah seorang Jerman yang memiliki pangkat cukup tinggi di negaranya dengan khusus datang langsung ke Indonesia hanya untuk menjemput Habibie. Hal yang paling menjadi perhatian adalah penjemputan beliau waktu itu dilakukan dengan "red carpet", penggunaan karpet merah pada zaman itu jelas-jelas merupakan sesuatu yang sangat fenomenal dan luarbiasa karena biasanya karpet merah hanya digunakan oleh pejabat tinggi waktu itu. Hal tersebut baru menyadarkan orang-orang Indonesia bahwa Habibie bukanlah orang biasa, namun ia adalah orang-orang yang dicari dunia. Analogi yang dapat dengan mudah dipahami adalah sebagai berikut, ketika waktu itu Indoensia protes kepada Malaysia mengenai pengambilan batik dan reog ponorogo kita sebagai bangsa yang memiliki kedua hal tersebut baru menyadari bahwa kita memiliki batik dan reog itu. Padaha sebelum ada negara yang mengambil budaya tersebut kita tidak begitu peduli. Berkaca pada peristiwa tersebut, mulai saat itu Pak BJ Habibie mulai dilihat perintah.
*Tanpa terasa sesi Perkenlan pak Budi juga ternyata sekaligus berlanjut pada penyampaian meteri oleh beliau
Setelah sesi perkenalan yang panjang di sini maka acara dilanjut dengan sesi materi yang disampaikan oleh bapak Agus.
Sharing pengalaman kerja di IPTN
Selama di IPTN bapak Agus berfokus di bagian pengujian Fatigue Test, yang pada saat itu CN235 sudah berada dipembuatan akhir dan N250 baru dimulai pembuatannya. N250 waktu itu sedang menjalani full scale fatigue test hal ini artinya pesawat tersebut menjalani tes fatigue di semua bagian dari pesawat. Ibaratnya pesawat ini dilakukan pengujian secara serempak seperti halnya orkestra. Waktu itu pengujian tersebut merupakan pengujian paling kompleks dan canggih di Indonesia. Pengujian pesawat selesai sebelum krisis moneter melanda indonesia.
Pak Agus juga bercerita bahwa waktu itu divisi di IPTN bagian fatigue terdapat dua bagian, yaitu project dan development, yang pada krismon menyusut mejadi satu bagian. Waktu itu tim beliau berangotakan sekitar 30 orang dan saat itu pasca berhentinya proyek pengembangan IPTN, sebagian besar dari timnya berada di Eropa dan beberapa masih bertahan hingga sekarang.
Pada waktu itu juga perancangan N250 dan N2130 ditargetkan sama-sama berjalan. Salah satunya adalah aspek pembuatan Maintenance Manual meski terlihat spele namun maintenance manual tersebut adalah hal yang sangat penting dan serius dibuat karena kedepannya apabila pesawat terjadi gangguan ataupun perawatan, maintenance manual ini menjadi sesuatu yang dirujuk oleh perawat pesawat. Saking fundamentalnya hal itu ternyata juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pesawat lainya mulai dari sejak awal pembuatan.
Saking menariknya maka apabila pekerjaan dilakukan sesuai dengan passion maka sesulit dan semenantang pekerjaan yang dilakukan sesorang akan merasa bahawa "belajar malah sambil di bayar". Pembuatan pesawat di indonesia ini juga momentum bagi banyak insinyu-insyinyur pada waktu itu untuk belajar. Hal ini dikarenakan hal-hal yang dilakukan benar-benar merupakan hal yang baru dan belum pernah dilakukan sebelumnya.
Acara ini adalah lanjutan dari acara sebelumnya AADI yang diisi oleh Om Prio waktu itu.
![]() |
| Foto Sejarah Formasi N250 sebelum mendapatkan Setifikat Peswat Sipil(Sumber: Pak Agus) |
Sekilas Perkenalan
Narasumber sekaligus tuan rumah tempat kami berkumpul adalah Bapak Agus Pramono beliau menempuh pendidikan S1 di Teknik Penerbangan ITB (Sekarang bernama Teknik Aeronautika dan Astronautika) dan melanjutkan S2 di Delft Belanda dibidang fatigue atau yang lebih dikenal dengan kelelahan struktur akibat gaya dinamis. Pak Agus memiliki pengalaman di bidang kedirgantaraan yang sangat banyak, selain beliau pernah bekerja di IPTN beliau juga pernah bekerja di Embaer Brazil.
Selain itu juga ternyata hal yang tak disangka-sangka ketika kami pertama kali datang dan sudah berada di ruangan pertemuan. Datang juga seseorang yang ternyata beliau adalah bapak Budiarta Soeryadiningrat. Beliau memiliki rekam jejak yang sangat lama di Jerman terhitung sejak tahun 60an negara ini sudah beliau tapaki. Belau hampir satu angkatan dengan bapak BJ Habibie namun bedanya waktu itu bidang yang beliau ambil adalah di bidang perkapalan sedangkan bapak Habibie menuntut ilmu di bidang pembangunan pesawat di bagian Struktur ringan. Pada zaman rezim Soekarno beberapa orang diberangkatkan oleh negara Republik Indonesia untuk menuntut ilmu keluar negeri.
Sekitar tahun '75an Habibie dipanggil ke Indonesia dan diamanahkan menjadi kepala BPPT dan stelah itu turut membangun perusahaan Nurtanio yang sekarang menjadi PTDI. Tak tanggung-tanggug pak BJ Habibie menyekolahkan banyak orang ke luar negri untuk belajar mengenai ilmu yang belum ada di Indonesia. Kemudian selama pak BJ Habibie membangun pabrik pesawat itu banyak orang-orang Indonesia di luar negri yang sudah memiliki keilmuan di bidangnya masing-masing, dipanggil ke Indonesia untuk membantu beliau membangun pabrik yang nantinya akan membuat burung besi tersebut. Pak Budi menjadi salah satu dari beberapa insinyur yang dipanggil ke Indoesia. Orang-orang yang dulu disekolahkan dan telah selesai masa studinya juga kembali ke Indonesia. Beliau juga membawa anak-anak keturunan persilangan Indonesia-Jerman dan juga istrinya waktu itu. Selama 28 tahun belau mengabdi di Indoensia, setelah krisis moneter dan kejatuhan IPTN waktu itu. 16.000 pekerja di perusahaan tersebut terpaksa di PHK dan bebrapa Insinyur baik yang dahulu pernah menuntut ilmu diluar negri maupun yang di dalam negeri tidak ada pekerjaan, hal ini membuat mau tidak mau mereka bekerja di perusahaan yang membutuhkan mereka dan mereka pun juga bisa mengaplikasikan keilmuanya.
Ditambah lagi, karena di Indonesia pada waktu itu sedang berada di masa-masa sulit dan tidak ada pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka maka banyak dari insinyur-insinyur pesawat terbang tersebut pindah keluar negeri, banyak dari mereka ke Airbus di Eropa, Embaer di Brazil, Rolls-Royce di Inggris maupun ke Boeing di Amerika serta perusaahan lainya.
Ketika memperkenalkan diri pak Budiarta memberikan banyak sekali pengalaman yang didapat selama beliau menempuh hidupnya. Asam-manis kehidupan telah beliau rasakan begitu banyaknya.
Beliau menceritakan bahwa pak BJ Habibie ini adalah mahasiwa yang sangat hebat. Di Universitas Jerman, RWTH Aachen, Pak Habibie belajar di bagain keahlian fatigue. Dimana fatigue ini adalah sebuah peristiwa yang sangat penting untuk dipertimbangkan di dunia penerbangan. Untuk lebih mudahnya fatigue ini dapat dijelaskan dengan peristiwa masa kecil mainan anak-anak: melepas kawat tanpa alat bantu. Ada yang tahu bagaimana caranya?
Waktu kecil penulis pernah bermain dengan hal ini, untuk memutuskan kawat tersebut, bagian si kawat yang akan diputus di tekuk-lurus-tekuk-lurus berulang-ulang dan lama-lama kawat itu putus dengan mudahnya. Bagian yang putus itulah yang mengalami fatigue. Baggian tersebut cape atau lelah di lakukan bengkok-lurus berlulang-ulang. Bayangkan jika hal ini terjadi pada bagian pesawat. Sebenarnya peristiwa fatigue ini selalu terjadi di pesawat dan menyebabkan keretakan. Mengerikan bukan?
Pak Habibie ini berkuliah di bagian teori fatigue, mudahnya teori ini berarti sangat sulit sekali karena berhubungan dengan persamaan matematika dan menyangkut sebuah peristiwa yang tidak sederhana pada pesawat terbang. Beliau merumuskan penelitian dengan menemukan konstanta dan perhitungan untuk peristiwa fatigue ini dan ia membuktikan teori tersebut dengan melakukan percobaan. dan ternyata teori yang beliau buat cocok dengan hasil percobaan dan hal itu membuktikan keberhasilan teori beliau.
Pak Budiarta bercerita, bahwa waktu itu pernah ada peristiwa yang tidak disangka-sangka oleh bapak Habibie, ketika beliau diberi kepercayaan oleh HFB untuk berkunjung ke pabrik Boeing di Amerika Serikat dan diperlihatakan beberapa perhitungan yang digunakan Insinyur Boeing, para insinyur di sana waktu itu menunjukan sebuah faktor untuk memperhitungkan keretakan dalam pesawat, faktor tersebut bernama "Habibie Factor" Bapak Habibie pun terkejut bahwa ia baru mengetahui bahwa ada yang namanya faktor habibie tersebut. Selama ini faktor yang ia temukan hanya faktor saja tanpa nama dan begitu adanya. Tapi ternyata begitu terkenalnya teori beliau di dunia penerbangan hingga ke negri sebelah.
A300 waktu itu menyimpan cerita tersendiri bagi beliau, karena beliau ini turut serta mengembangkan pesawat yang zaman dahulu itu cukup bersinar di zamannya. Mengingat masa muda dulu, pak Budiarta menceritakan, bahwa para insinyur saat ini tidak seperti insinyur zaman dahulu melakukan semua serba manual. Tanpa bantuan komputer seperti para mahasiswa saat ini gunkan. Saat beliau dulu perusaahan sekelas HFB di eropa saja menghitung logaritma, eksponensial, akar dan bahkan trigonometri masih menggunakan "Slide Rule". Jika dibandingkan saat ini tentu jauh, karena untuk menghitung operasi matematik pun dapat dengan mudah memencet tombol kalkulator.
Pak Budiarta dalam perkenalan dirinya juga bercerita bagaimana proses pembuatan pesawat waktu itu. Seorang insinyur ketika kita tahu permasalahan maka dilakukan perhitungan standar yaitu tegangan = F(gaya)/A(luas penampang) serumit apapun seorang pendesain struktur asal muasal perhitungan berasal dari sini. Kemudian selalu hasil perhitungan dicek kembali oleh pimpinannya. Hal tersebut berlaku sampai saat ini. Namun bedanya saat ini perhitungan dilakukan meggunakan komputer, atau yang lebih dikenal dengan simulasi. Hal ini membuat orang saat ini tidak menghitung secara langsung namun cukup dengan memasukan parameter saja dan dari software tersebut dapat diketahui tegangan nya. Belau prihatin dengan hal ini, karena sense para insinyur saat ini tidak sekuat dulu, dimana dulu orang menghitung dengan cara manual. "Apakah bisa menjamin nilai yang ditampilkan program itu sesuai? belum tentu" Imbuhnya.
Konsep Pendesainan Faktor keamanan Peswat Terbang
Pendesainan pesawat terbang yang memakan waktu yang tidak sedikit bisa dibilang bukan sekedar gigit jari, para insinyur mendesain pesawat tersebut dengan banyak tingkatan. Namun disini pak Budiarta hanya menjelaskan di tingkatan pengujian atau tes struktur saja. Dimana badan pesawat prototipe yang sudah jadi, ibaratnya pesawat tanpa mesin, di berikan dua jenis pengujian:
1. Pengujian Statik
Pesawat diberikan beban sedemikian rupa sehingga bisa didapat Faktor keamanan (Safety Factor) atau yang dapat disebut dengan SF. Untuk lebih mudahnya faktor keamanan ini adalah perbandingan besaran beban yang dapat diterima struktur sebelum struktur tersebut rusak. Misal sebuah sepeda jika SF = 1 untuk beban 30 kg berarti jika speda itu dinaiki oleh orang sberat 30 kg maka ia hampir akan rusak, Lebih sedikit maka sepda itu hancur, karena insinyur sepeda tersebut hanya mendesain SF = 1 untuk kapasitas 30 kg. Namun biasanya untuk jembatan misalnya memiliki SF = 8 cukup tinggi. Jadi misal jembatan didesain bisa menahan beban 10 ton sebarnya ia bisa menahan hingga 80 ton! Kelebihanya jembatan tersebut awet, tapi berat karena besi jembatan tesebut tebal dan besar karena hitungan yang dibuat untuk jembatan tersebut adalah 80 ton dan bukan 10 ton!
Sayangnya pesawat tidak menginginkan berat yang berlebih, karena ia tidak akan bisa terbang kalau terlalu berat, nilai SF =1,5 menjadi pedoman perancangan pesawat. Ketika di uji misal hasil SF nya kurang dari itu misal 1,45 maka desain dianggap salah dan desain struktur perlu di ubah lagi.
2. Fatigue
![]() |
| Skema Retaknya Konstruksi Akibat Fatigue(Sumber: pak Agus) |
Ini adalah pengujian yang menarik karena pesawat diberikan gaya yang berubah-ubah besarnya. Pak Agus mengatakan bahwa pengujian setatik ini seperti orkestra. Si pesawat di puntir, di tekuk, di bengkok-bengkokkan. Setiap pesawat harus melewati pengujian ini secara praktik, dan bukan teori saja.
![]() |
| Foto pengujian Dinamis N250 pada Masanya (Sumber: Pak Agus) |
Ibaratnya jika pak Habibie menjelaskan, pesawat itu diibaratkan seperti Gethuk Lindi ulet namun kita tidak tahu bisa-jadi ketika kita lakukan pengujian pada gethuk lindi itu ia bisa saja patah. Sudah pernahkan mematahkan gethuk lindi :D
-------------------------------
Kembali lagi ke cerita pak Budiarta, dimasa dulu komputer yang ada berukuran sangat sangat besar, pernah suatu ketika peusahaan tempat beliau bekerja membeli komputer IBM sebesar meja tulis, namun hanya bisa menghitung momen inersia saja (sebuah perhitungan yang cukup sederhana pada saat ini).
Namun sekarang dengan komputer yang berukuran sekecil genggaman tangan pun berbagai macam tugas dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Pak Habibie ketika waktu itu sudah bekerja di perusahaan Jerman perkembangan komputer sebagai alat bantu perancangan pesawat mulai merkoet saat belau menjadi Vice President, penggunaan komputer sebagai "method and tools" juga mulai digunakan.
Yang menarik dari cerita mengenai pak BJ Habibie, jelas pak Budiarta, adalah banyaknya tawaran pekerjaan atau bahahkan pangkat di Jerman, pernah beliau ditawarkan pula oleh sebuah Universitas untuk membikin kurikulum dan ditawarkan menjadi professor di sana. Namun, Habibie sudah memiliki tekat kuat untuk kembali ke Indonesia dan membangunnya. Sehingga tawaran tersebut ia tolak. Sebenarnya pada awal-awal beranjak ke Indonesia, pak Habibie yang karena kemampuannya selalu dicari-cari oleh banyak pihak untuk membantu menyelsaikan masalah permesinan, namun sayangnya Habibie tidak begitu saja langsung dikenal oleh banyak masyarakat, khususnya kalangan politisi, terhitung sebelum diminta terjun ke politik beliau juga mulai sering untuk mondar-mandir Indonesia Jerman seperti dengan perusahaan pertamina waktu itu.
Pak BJ Habibie mulai dikenal oleh masyarakat dan juga politisi ketika suatu ketika beliau berada di Indoesia dan dipanggil oleh salah seorang Jerman yang memiliki pangkat cukup tinggi di negaranya dengan khusus datang langsung ke Indonesia hanya untuk menjemput Habibie. Hal yang paling menjadi perhatian adalah penjemputan beliau waktu itu dilakukan dengan "red carpet", penggunaan karpet merah pada zaman itu jelas-jelas merupakan sesuatu yang sangat fenomenal dan luarbiasa karena biasanya karpet merah hanya digunakan oleh pejabat tinggi waktu itu. Hal tersebut baru menyadarkan orang-orang Indonesia bahwa Habibie bukanlah orang biasa, namun ia adalah orang-orang yang dicari dunia. Analogi yang dapat dengan mudah dipahami adalah sebagai berikut, ketika waktu itu Indoensia protes kepada Malaysia mengenai pengambilan batik dan reog ponorogo kita sebagai bangsa yang memiliki kedua hal tersebut baru menyadari bahwa kita memiliki batik dan reog itu. Padaha sebelum ada negara yang mengambil budaya tersebut kita tidak begitu peduli. Berkaca pada peristiwa tersebut, mulai saat itu Pak BJ Habibie mulai dilihat perintah.
*Tanpa terasa sesi Perkenlan pak Budi juga ternyata sekaligus berlanjut pada penyampaian meteri oleh beliau
Setelah sesi perkenalan yang panjang di sini maka acara dilanjut dengan sesi materi yang disampaikan oleh bapak Agus.
Sharing pengalaman kerja di IPTN
![]() |
| Profil Pengalaman Proyek Pesawat |
Selama di IPTN bapak Agus berfokus di bagian pengujian Fatigue Test, yang pada saat itu CN235 sudah berada dipembuatan akhir dan N250 baru dimulai pembuatannya. N250 waktu itu sedang menjalani full scale fatigue test hal ini artinya pesawat tersebut menjalani tes fatigue di semua bagian dari pesawat. Ibaratnya pesawat ini dilakukan pengujian secara serempak seperti halnya orkestra. Waktu itu pengujian tersebut merupakan pengujian paling kompleks dan canggih di Indonesia. Pengujian pesawat selesai sebelum krisis moneter melanda indonesia.
Pak Agus juga bercerita bahwa waktu itu divisi di IPTN bagian fatigue terdapat dua bagian, yaitu project dan development, yang pada krismon menyusut mejadi satu bagian. Waktu itu tim beliau berangotakan sekitar 30 orang dan saat itu pasca berhentinya proyek pengembangan IPTN, sebagian besar dari timnya berada di Eropa dan beberapa masih bertahan hingga sekarang.
Saking menariknya maka apabila pekerjaan dilakukan sesuai dengan passion maka sesulit dan semenantang pekerjaan yang dilakukan sesorang akan merasa bahawa "belajar malah sambil di bayar". Pembuatan pesawat di indonesia ini juga momentum bagi banyak insinyu-insyinyur pada waktu itu untuk belajar. Hal ini dikarenakan hal-hal yang dilakukan benar-benar merupakan hal yang baru dan belum pernah dilakukan sebelumnya.






Bagus sekali tulisannya....3 thumbs up.....
ReplyDelete