Kisah Pindah (1)

Sekitar bulan November kuliah Winter Semester 2017/18 dimulai. Ya kuliah di semester perdana tentu harus dengan baik terusaikan. Itu artinya saat harus segera pindah!. Padahal hampir sekitar 1 bulan lagi. Jangan sampai awal awal kuliah tidak ikut. 

Dengan hati-hati Segera saya cari, takut salah pilih rumah. Harus nyaman untuk 2 tahun kedepan. Tempat paling faforit waktu itu adalah Studentwohnheim atau lebih di kenal dengan asrama mahasiswa. Karena relatif terjangkaunya. Sementara menunggu, saya cari juga di tempat paling absolut bagi mahasiswa Jerman untuk cari informasi, yaitu grup Facebook PPI Jerman, click. 

Dapat! Akhirnya dapat juga list dua tempat dari orang Indonesia, keduanya rumah itu berlokasi di Essen. Pertanyaan yang timbul adalah, Kenapa di Essen semua? Apa itu kota Essen, saya juga baru dengar. 

Ingat benar waktu itu bahwa saya masih kursus bahasa. Yang saya ingat dari Essen waktu itu ketika guru bahasa saya bilang itu daerah Ruhrgebiet. Setelah saya cari Ruhrgebiets di Internet, ternyata daerah itu adalah jantungnya Jerman. Tempat banyak industri yang dulu berperan besar membuat mesin-mesin dan produk-produk dari tahun 60an dengan cap "Made in Germany" yang di export ke seluruh dunia hingga sekarang. Itu artinya peran besar keuangan juga ya. Karena banyaknya produk yang dihasilkan. Nama Ruhrgebiet sebenarnya karena di wilayah itu terdapat sungai Ruhr dan bermuara ke sungai Rhein hingga ke Belanda dan berakhir di laut utara. 

Segera saya rancang kunjungan ke kota univ. baru, dengan Flixbus 9€ untuk perjalanan selama 4 jam. Menjadi yang paling terjangkau untuk seorang pelajar seperti saya. Paling tidak dibandingkan dengan tiket kereta seharga 40€ dengan perjalanan selama 3 jam. 

AirBnb juga tidak lupa dipersiapkan jauh jauh hari. Saya mendapatkan penginapan di Duisburg seharga 12€ di dekat stasiun Auf dem Damm.

Pertama kali datang di kota Duisburg saya merasa stasiun pusat kereta bawah tanah (Duisburg Hbf) nya sangat bombastis. Terdiri dari 2 lantai di bawah tanah, yang mana masing-masing lantai terdiri dari 2 peron. Tak lupa tiket kerta wajib dibeli. Bedanya di banding dengan Hamburg, tiket kereta di sini harus di cetrekan oleh mesin sebelum berangkat. 

Menuju rumah AirBnb di Auf Dem Damm sangat membuat saya takjub karena dari Duisburg Hbf, kereta harus melewati terowongan bawah tanah sepanjang 5 km dimana diantara terowongan tersebut kereta melewati bawah sungai Ruhr, sungai yang kurang lebih lebarnya seperti sungai Musi. Tentu tanpa rembes sama sekali. 

Di penginapan, ternyata rumah yang ditinggali oleh orang timur tengah tersebut sangat rapi dan bersih, wajar saja rating nya tinggi sekali. Dengan harga tersebut orang seperti saya hanya perlu tempat untuk tidur, sepertinya hotel hotel dengan harga 50€ tidak begitu berbeda. 

Jam masih menunjukkan pukul 13 sore segera setelah itu saya menuju ke universitas DuE di Duisburg, tempat fakultas Maschinenbau berada. Sambil berusaha mempelajari kondisi transportasi di sana. Setelah itu mencoba mancari masjid dan dapatlah masjid hochfeld Camii masjid turki di masjid ini saya sangat senang karena selalu buka setiap waktu. Biasanya di Jerman masjid masjid dibuka pada waktu 

Saya tak bisa terbayang bahwa semua tempat baru ini akan menjadi tempat saya selama paling tidak 2 tahun penuh. Besok hari  rasanya tak sabar melihat kedua calon apartemen di Essen. Sebenarnya saya sudah daftar Studentwohnheim dan langsung diterima, namun untuk ruangan satu orang rencana saya untuk mengajak sang istri tidak akan sejalan jika saya pilih tempat itu. Ada Studentwohnheim khusus keluarga, namun harganya 550€ per bulan. Hemm. Saya putuskan untuk menunggu pilihan ini. Siapa tahu kedua kandidat kamar dari orang Indonesia lebih baik. 

Esok hari tiba, saya pilih beli tiket harian namun dengan ring A, saya agak kurang tahu maksud ring A B C itu pada tiket. Sesampainya di Essen saya segera melihat kedua Wohnung. 

Ada Wohnung 1 yaitu terdiri dari 2 kamar namun Perabotan dari rumah tersebut harus di bawa pemiliknya, ia telah menikah dengan orang Indonesia yang telah kerja di Jerman juga. Tak kebayang berapa penghasilannya, padahal minimal satu orang bekerja saja bisa 2000€ terlampaui. Berati paling tidak dua kali nilai tersebut, iya kan? Namun kerja berbeda kota membuat merka tak selalu bertemu. Inilah yang membuat keputusan pindah rumah dari Essen di buat. 

Dari beliau juga saya bertukar ilmu. Bagaima rasanya kerja di Jerman. Dan apa yang harus dilakukan. Ternyata saran untuk ikut Praktikum sebelum lulus jadi pilihan bagus. Karena paling tidak setelah lulus, pengalaman kerja di dapat. 

Wohnung 2 ini unik, karena orang yang ingin meninggalkan rumah nya ingin menyerahkan semua perabotan nya pada orang yang ingin melanjutkan kontrak, secara cuma cuma,  lemari, kasur meja, kursi alat makan, bahkan termasuk mesin cuci. Yang mungkin harga barunya bisa 300€. Rumah dua kamar ini sebelumnya dihuni oleh 2 orang yang sedang persiapan bahasa untuk s1. Satu di antara merka bernama Michael. 

Dengan berpikir panjang dan diskusi bersama istri serta orangtua. Kecenderungan saya jadi ke Wohnungnya Michael. Pada hari itu juga telah di putuskan. Alhamdulillah. 

Tak terasa sudah sore, waktunya balik ke Duisburg, untuk pulang dengan kereta, awalnya saya merasa, semua baik baik saja. Tiba tiba ada orang dengan baju sipil memeriksa tiket. Sontak saya terkaget dan akhirnya saya segera keluarkan tiket harian dengan ring A. 

Celaka nya, ternyata tiket ini bukan tiket yang seharusnya. Karena, untuk berpindah kota, dibutuhkan ring tiket minimal B. Pengalaman mendapatkan hukuman ini menjadi yang pertama, €60 menjadi bayarannya. Harga standar untuk orang yang tidak membeli tiket dan atau salah beli, di Jerman memang tidak seperti di Singapura, masuk tidak perlu di tap Tiket, melainkan atas kesadaran sendiri saja. Namun apabila terjadi pengecekan didapatkan lah denda sebnyak itu. Apabila masih berniat tidak bayar, siap siap perusahaan transportasi melaporkan ke list daftar hitam, tak akan diberi perpanjangan Visa sebelum uang tersebut di bayarkan. Hebat nya Kerja sama pemilik bisnis dengan penyelenggara negara. 

Dengan sedih hati Sabtu seakan menjadi abu-abu, harga denda €60 bukan harga yang kecil harus segera di transfer. Dengan memegang kertas denda berisi nomor rekening bank berwarna kuning itu, yang bisa dilakukan saat itu hanyalah menerima, dari yang kuasa, pasti ada hikmah nya. 

Yang penting bisa pulang kembali ke Hamburg kota tersayang. 


Bersambung.... 

Comments

Popular Posts