Dapat Universitas Jerman dan Kisah Pindah
YUHUUU! Akhirnya tiba juga pengunguman penerimaan S2 dari Uni Duisburg-Essen. Senang rasanya membuat hari itu sangat cerah. Alhamdulillah.
Sudah berkali-kali percobaan apply s2 ke berbagai Uni, setelah lama menunggu setahun lamanya setelah kelulusan, akhirnya diterima juga di Uni yang saya baru tahu namanya saat browsing mencari Uni.
Sebenarnya Universiatas Universitas di Jerman sebenarnya sama saja. Pemerataan kualitas pendidikan menjadi kuncinya. Hanya saja standar masuk nya yang berbeda-beda. Saya, bermodal IELTS 6.0 dan sertifikat bahasa jerman Goethe B1 tidak banyak universitas yang menerima, kecuali sedikit sekali, salah satunya adalah program Internasional Science Engineering (ISE) uni Duisburg Essen (Uni DuE) yang waktu itu dikhususkan untuk mahasiswa internasional dengan beban bahasa 50:50. Setengah bahasa Inggris setengah bahasa Jerman.
Universitas sisa nya perlu skill Inggris IELTS 6.5 jika mau kelas internasional atau kalau mau lebih lagi bisa pilih s2 bahasa jerman, dengan capaian sertifikat Goethe C1/Tes DaF 4. Fuhh..
Dengan modal kemampuan bahasa yang pas-pasan rasanya bagi saya dapat IELTS 6 dan Jerman B1 saja sudah ngos-ngosan. Sehingga toh dengan modal sertifikat yang di punya, mau tidak mau, harus Apply Uni yang bersedia. Atau kalau tidak waktu menjadi taruhan nya. Karena belajar bahasa lagi butuh banyak waktu, terlalu lama. Uni RWTH Aachen terpaksa dicoret dari daftar
Pilihan untuk segera dapat kuliah sebenarnya banyak untung nya, terutama: Lebih hemat! Daripada terus membayar 500€ tiap bulan nya buat kursus, ditambah 400€ biaya sewa dan hidup bulanan. Bisa di bayangkan berapa biaya selama 6 bulan hanya untuk les bahasa lagi!
Alhamdulillahnya Investasi yang diusahakan selama les bahasa di Hamburg tidak sia-sia. kemampuan bahasa Jerman saya meningkat berlipat dibanding di Goethe-Institut Bandung dan Jakarta dulu. Saya yakin bukan sekedar keamapuan bahasa Jerman saja, lebih dari itu. Pola pikir belajar bahasa asing yang menjadi hambatan saya juga saya mengerti. Ternyata bagi saya cara belajar bahasa adalah "dicemplungkan" langsung ke tempat asal nya. Barulah saya berkata "ooh itu toh, selama ini belajar baru tahu". Demikian juga di akhir kursus sertifikat bahasa jerman TELC B2 didapatkan.
Modal selanjutnya yang dipersiapkan adalah ijazah, dengan transkrip yang telah di terjemahkan. Terhitung dua kali saya sudah Apply universitas Duisburg-Essen ini. Awal mula nya saya kirim lamaran ke jurusan Sistem dan Kontrol segera setelah dapat sertifikat B1, sertifikat ini saya dapat sekitar 6 bulan dengan ngos-ngosan dengan ikut les Goethe-Institut Jakarta dan juga privat, namun di tolak karena alasan jurusan tidak sesuai padahal sudah ada pengumuman di website yang menjelaskan kalau teknik mesin juga bisa apply jurusan tersebut. Hemm aneh..
Yang ke dua kalinya saya kirim lamaran langsung dari Jerman waktu itu karena sambil mengikuti les bahasa di Lembaga Kursus Colon Hamburg saya sertakan list nilai B2 yang di keluarkan dari lembaga kursus. Dan saya harus menunggu 4 bulan lagi hingga mendapat pengumuman, sambil menunggu saya apply juga beberapa universitas lewat Uni assist. Juga mempersiapkan sambil mempersiapkan ujian Telc B2.
Terus terang saya cemas karena sudah mengorbankan banyak waktu tenaga dan uang selama hampir 1 tahun mengawang-ngawang, ditinggal teman-teman senangkatan yang pada share status kerja ke perusahaan favorit(kalau masa SMA mungkin rasanya seperti lulus namun belum dapet kuliah, Sedangkan temen teman yang dapet kuliah share share di medsos kali ya... ).
kembali
Setelah di telusuri lebih lanjut belakangan ini(1 tahun kemudian) , ternyata Uni DuE ini memang memberi balasan secara random Alias template. Dari teman yang pernah pengalaman, ia memberi tahu, ada yang dapat nya email yang menyatakan kurang nilai, jurusan yang nggak sesuai dll padahal tidak ada salah nya.
Dengan diterimanya saya di Uni DuE, rasanya seperti menjalani hidup baru. Itu artinya t
Hamburg harus saya tinggalkan, dengan tertatih-tatih rasanya berat meninggalkan teman-teman Indo yang telah menjadi bagian dari saya. Sudah terlalu kenal.
Rasanya yang berbeda ketika berada di Jerman dibandingkan di Indo semua orang selama satu bangsa menjadi seakan senasib. Meskipun bapak-bapak yang sudah bekerluarga dan bekerja pun. Sama. Sama sama pernah merasakan kesulitan, tinggal di negri orang yang berbeda jauh budayanya. Ditambah orangnya hanya itu-itu saja.
........ Bersambung

Comments
Post a Comment