Kisah Dakwah ketika S1 Dahulu: Mengajar Anak-Anak
Alhamdulillah segala puji milik Allah tuhan semesta Alam kita puji dia, kita mohon ampunan dan pertolongannya. Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.
Sebagai motivasi buat kawan-kawan dan sharing inspirasi dakwah dalam tulisan ini saya akan menceritakan pengalaman saya seputar dakwah yang telah dilakukan selama di kampus IGajah Duduk selama S1.
Awalan Cerita
Kisah dakwah yang penulis alami hal ini merupakan hal diketahui banyak orang terlebih mengenai pembaca yang tertarik dengan realita dakwah di kehidupan Kota. Daerah urban atau kota secara umum dianggap orang sebagai daerah terlihat baik dari segi moral dan ilmu keagamaan karena tersentuh oleh banyak masyarakat yang "melek" akan dakwah dan ilmu di wilayah tersebut.
Namun ternyata tidak secara sepenuhnya tempat demikian. Di Pusat kota yang berada di pemukiman padat penduduk(pemukiman kumuh) justru berdampak pada sulit masuknya ilmu ilmu islam secara menyeluruh. Ditambah lagi dengan kesibukan kegiatan penduduk di pemukiman tersebut yang habis untuk menutupi kebutuhan pokok hidup kota dengan gaya hidup yang fantastis.
Namun perlu digarisbawahi bahwa sudut pandang penulis ini berada di kondisi yang belum tentu merepresentasi semua tempat di kota kota Indonesia. Lokasi percobaan dakwah S1 saya berada di Kota Bandung dekat Tamansari. Kegiatan yang dilakukan adalah Pengajaran membaca quran(mengaji) anak anak warga sekitar di kawasan gang sempit yang Hanya bisa dimasuki oleh motor dan bahkan hanya bisa dimasuki oleh pejalan kaki.
.
![]() |
| Kawasan Kumuh Tamansari Bandung, Indonesia sumber: Kompas.com |
Mari simak kisah dakwah yang pernah dilakukan dengan keorganisasian waktu itu di LDK(Lembaga Dakwah Fakultas) GAMAIS ITB yang bernama IMAM FTMD dari tahun 2012-2017, penulis berhrap mudah-mudahan banyak pelajaran yang bisa diambil oleh pembaca untuk menjadi pertimbangan dakwah di tempat masing masing.
Sejarah dan Kisah keadaan pendidikan di Masjid Arrohman
Sedari dulu masjid ini memiliki peran yang penting bagi warga di gang Stone. Solat jamaah dilakukan 5 kali sehari di masjid ini. Tempat yang berada di tengah tengah RT 7 dan RT 6 menjadikan posisi masjid ini strategis di tengah-tengah pemukiman padat penduduk.
Singkat kisah, sebenarnya sebelum kami terjun langsung mengajar, sudah pernah ada ajar mengajar anak anak untuk belajar membaca Quran. Pengajar pun bervariasi mulai dari orang yang menghuni rumah di dekat masjid hingga mahasiswa. Sampai akhirnya pengajar di masjid berganti ganti karena berbagai macam urusan seperti menikah ataupun pindah domisili. Mau tidak mau kondisi pengajaran harus dihadapi dengan kondisi vakum cukup lama. Hingga akhirnya kami memulai kegiatan ini
Di masjid yang berlantai 2 dengan luas 3 x 6,5 meter ini selalu ramai ketika solat berjamah bahkan ketika maghrib seringkali masjid dalam kondisi terlalu penuh, sehingga kadang membuat jamaah yang terlambat balik kembali ke rumah karena tidak dapat tempat solat.
Di masjid yang berlantai 2 dengan luas 3 x 6,5 meter ini selalu ramai ketika solat berjamah bahkan ketika maghrib seringkali masjid dalam kondisi terlalu penuh, sehingga kadang membuat jamaah yang terlambat balik kembali ke rumah karena tidak dapat tempat solat.
Mulainya kami di Menjalani Dakwah "Pengkaryaan"
Latar belakang kami (tim IMAM FTMD) memulai kegiatan ini adalah karena adanya program kerja dari ketua Gamais bernama pengkaryaan. Setiap tahun selalu GAMAIS selalu merilis kegiatan yang memerintahkan divisi bawahan yang ada di jurusan-jurusan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) oleh Unit Keluarga Mahasiswa Islam (GAMAIS) ITB untuk membuat kegiatan pengkaryaan. Dimana kegiatan pengkaryaan ini bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar. Yang menjadi tantangan bagi kami adalah sifat kegiatan yang tidak ditentukan alias bersifat bebas. Semenjak itu ketua LDK di FTMD yang bernama Ikatan mahasiswa muslim FTMD(IMAM FTMD) mulai mengarahkan anggotanya untuk mencari ide cemerlang agar digunakan untuk Pengkaryaan nantinya.
Singkat cerita pada suatu hari solatlah seorang anggota IMAM FTMD, ia adalah Nur Fadli, di sebuah masjid pemukiman padat penduduk karena memang lokasinya tidak jauh dari tempat kos ia tinggal. Kemudian anggota tersebut bertemu dengan pengurus masjid (DKM) dan berbincang-bincang mengenai kegiatan yang biasa dilakukan di masjid ini.
Pak Ahmad sebagi imam yang mempin solat bercerita bahwa saat ini sedang dibutuhkan kegiatan pengajaran quran di masjid tersebut.
Singkat cerita pada suatu hari solatlah seorang anggota IMAM FTMD, ia adalah Nur Fadli, di sebuah masjid pemukiman padat penduduk karena memang lokasinya tidak jauh dari tempat kos ia tinggal. Kemudian anggota tersebut bertemu dengan pengurus masjid (DKM) dan berbincang-bincang mengenai kegiatan yang biasa dilakukan di masjid ini.
Pak Ahmad sebagi imam yang mempin solat bercerita bahwa saat ini sedang dibutuhkan kegiatan pengajaran quran di masjid tersebut.
Akhirnya kami memutuskan untuk membuat sebuah kegiatan belajar membaca quran bagi anak anak sekitar. Persiapan yang dilakukan sangat sederhana, hanya membawa diri saja, dengan modal pengalamana yang masih nol kami nekat langsung mengeksekusi program ini.
Waktu pertama kali kami mengadakan acara belajar mengaji ini banyak sekali anggota mahasiswa IMAM yang antusias dan ikut. Ihsan yang juga sama sama masih berstatus mahasiswa awal FTMD pun mengerahkan anggotanya jumlah nya bisa 10an. Bahkan pernah suatu ketika beberpa kali pertemuan awal, jumlah pengajar lebih banyak daripada jumlah anak-anak yang diajar. Kegiatan mengajar pengkaryaan ini juga pesertanya banyak anak anak baik dari RT 5 maupun 6. Karena kami tidak memungut biaya sedikitpun dari orangtua maupun anak-anak uang diajar.
Waktu pertama kali kami mengadakan acara belajar mengaji ini banyak sekali anggota mahasiswa IMAM yang antusias dan ikut. Ihsan yang juga sama sama masih berstatus mahasiswa awal FTMD pun mengerahkan anggotanya jumlah nya bisa 10an. Bahkan pernah suatu ketika beberpa kali pertemuan awal, jumlah pengajar lebih banyak daripada jumlah anak-anak yang diajar. Kegiatan mengajar pengkaryaan ini juga pesertanya banyak anak anak baik dari RT 5 maupun 6. Karena kami tidak memungut biaya sedikitpun dari orangtua maupun anak-anak uang diajar.
Pengajaran Anak Anak Awal
Pada mulanya kami mulai mengajar, Pak Hermawan membimbing kami selama kami di Masjid Arrohman. Bermodalkan pengalaman ngajar dari nol, saya sendiri sebenarnya belajar banyak hal dari pak Hermawan bisa mengajar sekian banyak anak. Ia adalah seorang bapak yang memiliki seorang putri yang juga mengajar langsung anak anak terlihat sangat mudahnya, ia mengatur barisan mengatur siapa yang mengaji terlebih dahulu dan yang mengaji belakangan.
urutan yang biasa dilaksanakan oleh pak Hermwan ketika mengajar biasanya
1. Berdoa
2. Membuat kelompok kecil dari iqro 1 hingga quran, kadang karena jumlah anak yang tidak terlalu banyak dan pengajar yang tidak selalu banyak, beberpa level disatukan. (grup iqro 1-3 dan 4-6 dst)
3. setelah selesai terkadang selalu ada game atau permainan bagi anak anak.
urutan yang biasa dilaksanakan oleh pak Hermwan ketika mengajar biasanya
1. Berdoa
2. Membuat kelompok kecil dari iqro 1 hingga quran, kadang karena jumlah anak yang tidak terlalu banyak dan pengajar yang tidak selalu banyak, beberpa level disatukan. (grup iqro 1-3 dan 4-6 dst)
3. setelah selesai terkadang selalu ada game atau permainan bagi anak anak.
Selama proses pengajaran berlangsung kami belum pernah sama sekali mempersiapkan materi yang akan di ajar sebelumnya. Ketika kami datang, kedatangan kami selalu diringi tanpa bekal materi apapun selain yang ada di otak. Akibatnya kami hanya banyak bermain dengan anak-anak karena menurut kami hal itulah yang bisa kami lakukan.
Namun, hal itu tentu bukan sesuatu yang tepat, karena dengan banyaknya kami, murid-murid selesai lebih cepat dan terdapat banyak waktu kosong, karena di Bandung waktu yang kami gunakan untuk mengaji adalah dari magrib hingga isya yang berjarak sekitar 1,5 jam. Banyaknya waktu kosong mebuat kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan.
Kondisi semakin parah ketika pak Hermawan perlahan-lahan mempercayakan kepada kami pengajaran anak-anak ini. Ketika tidak hadir dalam kegiatan belajar mengajar. Banyak anak-anak yang meminta untuk bermain, dan karena kami belum mengetahui cara mengajar yang baik, si anak malah bermain kuda-kudaan dengan pengajar. Beberapa ada yang berlari-larian, bahkan ada yang bertengkar. Situasi semakin tidak kondusif.
Lain halnya ketika pak Hermawan datang ke masjid, ketika sedang ramai ramainya anak anak langsung terdiam dan menurut kepada apa yang beliau ajarkan. kami sendiri terheran apa yang membuat si anak langsung menurut dengan sendirinya. Barangkali hal itu karena karisma seorang yang jauh lebih tua dari anak anak. Dibandingkan dengan karisma mahasiswa yang masih muda. Kami juga berinteraksi layaknya kepada seorang teman. dibandingkan dengan hubungan guru-murid.
Sampai sekarang saya sendiri belum bisa seperti pak Hermawan, masih harus "garuk-garuk" kepala. Melihat anak yang terus menerus bermain ketika berbagai cara mengajar dilakukan.
Kondisi Perjalanan Pengkaryaan berjalan dengan Waktu
Berjalannya waktu membuat satu persatu anggota pengajar menghilang, hal ini sudah diduga karena memang yang pada akhirnya bertahan adalah orang yang sesuai passionya, penulis pribadi merasakan interaksi dengan anak-anak dapat dijadikan obat dikala penatnya kuliah.
Meskipun kadang perlu mengelus dada ketika menghadapi anak-anak apalagi ketika saya satu-satunya pengajar di masjid Arrohman pada waktu itu. Jumlah pengajar yang semakin mengerucut membuat ketua IMAM menunjuk orang yang paling sering datang ke tempat itu, yaitu saya sendiri sebagai ketua kegitan tersebut.
Saya pun kelabakan karena dengan diberikannya amanah ini, itu artinya ketidak hadiran pengjar menjadi tanggung jawab saya. Terpaksa saya akhirnya jalani terus selagi mengajak orang lain untuk mengajar. Nilai yang saya bisa dapat dari penunjukan saya adalah saya bisa banyak berexplorasi dunia pendidikan anak di daerah "perkampungan" yang di himpit glamornya kota ini.
Selang waktu berlalu...
Namun, hal itu tentu bukan sesuatu yang tepat, karena dengan banyaknya kami, murid-murid selesai lebih cepat dan terdapat banyak waktu kosong, karena di Bandung waktu yang kami gunakan untuk mengaji adalah dari magrib hingga isya yang berjarak sekitar 1,5 jam. Banyaknya waktu kosong mebuat kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan.
Kondisi semakin parah ketika pak Hermawan perlahan-lahan mempercayakan kepada kami pengajaran anak-anak ini. Ketika tidak hadir dalam kegiatan belajar mengajar. Banyak anak-anak yang meminta untuk bermain, dan karena kami belum mengetahui cara mengajar yang baik, si anak malah bermain kuda-kudaan dengan pengajar. Beberapa ada yang berlari-larian, bahkan ada yang bertengkar. Situasi semakin tidak kondusif.
Lain halnya ketika pak Hermawan datang ke masjid, ketika sedang ramai ramainya anak anak langsung terdiam dan menurut kepada apa yang beliau ajarkan. kami sendiri terheran apa yang membuat si anak langsung menurut dengan sendirinya. Barangkali hal itu karena karisma seorang yang jauh lebih tua dari anak anak. Dibandingkan dengan karisma mahasiswa yang masih muda. Kami juga berinteraksi layaknya kepada seorang teman. dibandingkan dengan hubungan guru-murid.
Sampai sekarang saya sendiri belum bisa seperti pak Hermawan, masih harus "garuk-garuk" kepala. Melihat anak yang terus menerus bermain ketika berbagai cara mengajar dilakukan.
Kondisi Perjalanan Pengkaryaan berjalan dengan Waktu
Berjalannya waktu membuat satu persatu anggota pengajar menghilang, hal ini sudah diduga karena memang yang pada akhirnya bertahan adalah orang yang sesuai passionya, penulis pribadi merasakan interaksi dengan anak-anak dapat dijadikan obat dikala penatnya kuliah.
Meskipun kadang perlu mengelus dada ketika menghadapi anak-anak apalagi ketika saya satu-satunya pengajar di masjid Arrohman pada waktu itu. Jumlah pengajar yang semakin mengerucut membuat ketua IMAM menunjuk orang yang paling sering datang ke tempat itu, yaitu saya sendiri sebagai ketua kegitan tersebut.
Saya pun kelabakan karena dengan diberikannya amanah ini, itu artinya ketidak hadiran pengjar menjadi tanggung jawab saya. Terpaksa saya akhirnya jalani terus selagi mengajak orang lain untuk mengajar. Nilai yang saya bisa dapat dari penunjukan saya adalah saya bisa banyak berexplorasi dunia pendidikan anak di daerah "perkampungan" yang di himpit glamornya kota ini.
Selang waktu berlalu...
Seolah tak luput oleh waktu saya coba tulis kenangan mengajar diblog ini. Nama pengkaryaan Arrohman yang kini menjadi WBA(Wahana Belajar Arrohman) masih terus dilanjutkan oleh Kiki, seorang anak di tempat itu. Selama di WBA berkomunikasi dengan orang tua murid, warga dan anak anak merupakan hal yang pasti dihadapi. Lelah, seakan berbuah manis yang diberikan oleh sang Pencipta. Dari WBA ini Allah pertemukan juga saya dengan Istri saya sekarang. Kenangan hanya bisa dikenang, asa bisa di kabulkan, semua hanya soal takdir dan waktu.
Amalan menjadi Catatan, dunia menjadi permainan. Terimakasih teman-teman,Terlalu banyak kengan di WBA untuk disampaikan.
Ingat kawan-kawan dakwah memang melelahkan, tapi ingat Allah tidak akan membiarakan, hambanya bergelimpangan.
WBA kenangan
Esssen, 20.8.2018
Amalan menjadi Catatan, dunia menjadi permainan. Terimakasih teman-teman,Terlalu banyak kengan di WBA untuk disampaikan.
Ingat kawan-kawan dakwah memang melelahkan, tapi ingat Allah tidak akan membiarakan, hambanya bergelimpangan.
WBA kenangan
Esssen, 20.8.2018


Comments
Post a Comment