Hari ke lima : Menemani pak Ustadz Berdoa
15/06/2015
Hari kelima ini
merupakan hari yang cukup berbeda dibanding hari yang lainya karena selain para
santri telah melaksanakan ujian ketika itu ada juga warga yang baru meninggal
sehingga santri ikhwan dan akhwat melakukan takziah ketempat orang yang
meninggal tersebut. Takziah adalah semacam kegiatan mendoakan orang yang baru
meninggal tersebut. “ham bapak sedag ada janji juga untuk mengisi acara doa di
rumah orang. mau ikut?” awalnya penulis sempat bingung ikut yang mana yaa.
Namun akhirnya penulis memilih untuk ikut pak Ustadz Marjuni. Menujulah kami ke
ruangan lantai dasar ternyata lantai dasar ini selain tempat memarkir motor pak
ustadz dan orang orang pengurus masjid terdapat juga kamar pak ustadz yang dulu
ditempatinya selama 7 tahun. Meskipun dari suasananya ketika penulis amati
cukup remang-remang selain itu keranda mayat juga di simpat di lantai tersebut
“banyak yang pernah bilang keranda itu bergoyang goyang sendiri kadang kadang,
namun bapak alhamdulillah tidak pernah mengalami yang begitu begitu” jelas pak
Utadz. Saat ini beliau sudah tidak menempati tempat itu lagi karena saat ini
beliau sudah menikah dan memiliki anak satu orang, insyaAllah sebentar lagi
dua.
Dibawalah penulis
dengan cara berboncengan di motor pak ustadz ternyata tempat yang pak ustadz
tuju cukup dekat. Hanya menyebrang jalan saja. Ketika itu sampailah kami di
rumah keluarga yang mengundang pak Ustadz. Biasanya menjelang bulan puasa pak
ustadz sering kedapatan banyak permintaan dari keluarga untuk di doakan. Ketika
sampai penulis diajak untuk masuk bersama pak Ustadz diruang keluarga. Ternyata terdapat makanan yang sudah siap siaga
laksana santapan di rumah makan padang. Lauk yang ditempatkan masing masing
jenis di piring kecil sudah menanti. Saat itu penulis baru saja makan nasi
pecel ayam khas jawa dan batagor khas bandung. Namun untuk menjaga etika penulis ikut makan
bersama sama dengan porsi mini.
Doa pak ustadz juga
tergolong cukup sigkat. Sebagian besar dalam Bahasa arab diawali dengan
permulaan dalam Bahasa minang setelah itu kami kembali ke masjid bersama. pak
udtadz dulu hingga sekarang berada di masjid ini merupakan perjuangan dulu pak
ustadz mengatakan bahwa ia pernah hidup dipasar dengan rambut yang gondrong.
Namun Alhamdulillah Allah menunjukan takdirnya ia menjadi pak Ustadz. Itulah
ilmu yang didapat penulis hari ini.

Comments
Post a Comment